Satu hal menyenangkan dari menulis cerita anak adalah otak kita dipenuhi dengan anak. Berbagai moral value berputar-putar berebut untuk tampil di dalamnya.
Suatu
hari di kerajaan rimba, Singa sang Raja hutan nampak murung. Ia sedih karena
sudah tiga hari mahkota kebanggaanya hilang. Raja Singa pun memutuskan untuk
mengadakan sayembara pencarian mahkota. Barang siapa yang mampu menemukan
mahkota dan membawanya kembali pada Raja Singa, maka ia akan mendapatkan hadiah
yang sangat besar.
Mendengar berita kehilangan itu,
Semut Kecil juga merasa sedih. Semut Kecil memutuskan untuk membantu Raja Singa
mencari mahkotanya, tanpa mengharapkan hadiah yang akan diberikan Raja. Maka
berangkatlah Semut Kecil menyusuri hutan. Di tengah perjalanan Semut Kecil
bertemu dengan Gajah Besar.
Gajah Besar menyapa Semut Kecil, “Hai Semut Kecil!
Kamu mau pergi ke mana membawa bekal banyak di punggungmu?”
“Aku hendak mencari mahkota Raja Singa yang hilang,
Jah”, jawab Semut Kecil.
“Ahahaha... Apa aku tidak salah dengar? Mana mungkin
kamu bisa menemukan mahkota Raja dengan tubuh kecilmu itu. Akulah yang akan
menemukan mahkota Raja dan mendapatkan hadiahnya”, ejek Gajah Besar lalu pergi
meninggalkan Semut Kecil.
Semut Kecil sedih mendengar
perkataan Gajah Besar, namun ia tidak mau menyerah begitu saja. Ia akan terus
mencari sampai menemukan mahkota sang Raja. Setelah berjalan beberapa kilo
memasuki hutan, Semut Kecil benar-benar merasa lelah. Beruntung ia bertemu
dengan Semut Merah yang mengajaknya singgah sebentar di sarangnya untuk
beristirahat. Semut Kecil medapatkan informasi dari Semut Merah bahwa mahkota
yang sedang ia cari sebenarnya diambil oleh kawanan monyet. Informasi ini
sebenarnya sudah menjadi rahasia umum para kawanan semut merah, namun kawanan
semut merah tidak berani menghadapi kawanan monyet. Setelah mendapatkan
informasi yang begitu berharga itu, Semut Kecil berpamitan pada Semut Merah
untuk segera melanjutkan perjalanan. Semut Merah menawarkan kendaraan yang
dapat digunakan Semut Kecil agar cepat sampai ke sarang kawanan monyet yang ada
di seberang Sungai Deras. Kendaraan tersebut adalah bunga dandelion, bunga yang
dapat terbang tertiup angin. Semut Kecil sangat berterima kasih dengan kebaikan
Semut Merah.
“Sampai jumpa Semut Kecil, semoga kau berhasil” kata
Semut Merah sambil melambaikan tangan.
“Terima kasih Semut Merah, aku pasti tidak akan
melupakan kebaikanmu” teriak Semut Kecil seraya terbang dengan memegang ujung
bunga dandelion sambil membalas lambaian Semut Merah.
Angin bertiup teratur membuat Semut Kecil terbang
dengan aman menyeberangi Sungai Deras dengan cepat dan selamat. Sesampainya di
sarang kawanan monyet, dengan hati-hati semut kecil pergi menghadap Ketua
Monyet dan menyampaikan kedatangannya.
“Ketua Monyet, aku Semut Kecil datang kemari dengan
niat baik untuk bertanya mengapa kawanan monyet dengan tega mengambil mahkota
Raja Singa?” tanya Semut Kecil dengan rendah hati.
“Hahaha… Berani
sekali kau Semut Kecil datang kemari. Dulu memang kami menganggap Raja Singa
itu baik, tapi setelah hutan pisang dimusnahkan kami tidak lagi menganggap
Singa sebagai Raja. Mengambil dan menyembunyikan mahkotanya adalah bentuk
perlawanan kami” jawab Ketua Monyet.
Semut Kecil yakin
bahwa ini semua hanya kesalahpahaman saja, pasti Raja Singa mempunyai alasan
tersendiri hingga hutan pisang sampai dimusnahkan. Semut Kecil membujuk Ketua
Monyet agar ia diijinkan untuk meluruskan masalah ini, dengan syarat mahkota
Raja Singa dikembaikan. Melihat
kesungguhan Semut Kecil, Ketua Monyet pun tersentuh dan menyetujuinya. Maka
diutuslah Wakil Monyet menemani Semut Kecil menemui Raja Singa.
Sementara itu Gajah Besar bingung memikirkan cara
untuk melewati Sungai Deras. Melihat ada kayu mengambang di sungai, ia mencoba
untuk menaikinya. Namun kayu itu terlalu kecil dan arus sungai terlalu deras. Akhirnya Gajah
Besar memutuskan untuk menunggu hingga air Sungai Deras agak surut, sehingga
aman untuk dilewati. Keesokan harinya air mulai surut, Gajah Besar pun segera
menyeberangi sungai dan sampailah ia di sarang kawanan monyet.
Gajah Besar datang
dengan sombongnya dan mengancam Ketua Monyet untuk mengembalikan mahkota Raja
Singa.
“Hai… Ketua Monyet,
cepat kembalikan mahkota Raja yang telah kau curi jika tidak aku tidak akan
segan-segan melawanmu dengan tubuh besarku ini” teriak Gajah Besar mengancam.
“Aku tidak takut
padamu dan aku tidak akan memberikan mahkota Raja Singa padamu hei Gajah Besar.
Perlu kamu tahu, mahkota itu sebenarnya
sudah tidak ada lagi di sini. Semut Kecil telah membawa mahkota itu bersamanya”
jawab Ketua Monyet puas.
Betapa kagetnya Gajah Besar mendengar perkataan
Ketua Monyet. Ia pun berlari kencang hendak mengejar Semut Kecil. Ia tidak bisa
membayangkan hadiah yang ia idam-idamkan jatuh ke tangan Semut Kecil yang telah
ia remehkan. Namun, lagi-lagi Sungai Deras menghambat perjalanan Gajah Besar,
ia pun harus kembali menunggu satu hari agar air surut.
Akhirnya Gajah Besar sampai di kerajaan rimba,
tetapi ia sudah terlambat. Semut Kecil sudah menghadap Raja Singa dan menjelaskan
masalah yang dialami oleh kawanan monyet. Raja Singa mengerti dan menyampaikan
bahwa sebenarnya hutan pisang telah terjangkit penyakit sehingga buahnya tidak
lagi aman untuk dimakan. Oleh karena itu Raja Singa memrintahkan untuk
memusnahkan hutan pisang. Namun sebenarnya Raja Singa telah menanamkan
pohon-pohon pisang di lahan baru. Mendengar penjelasan itu Wakil Monyet mengerti dan ia pun
mengembalikan mahkota pada Raja Singa. Raja Singa benar-benar bahagia bisa
mendapatkan mahkotanya kembali dan memberikan pujian serta hadiah yang telah
dijanjikan pada Semut Kecil. Semut Kecil
merasa senang, walaupun hadiah bukan lah tujuan utamanya. Semut Kecil menerima
hadiah Raja Singa sebagai bentuk rasa penghormatan.
Melihat kejadian itu, Gajah Besar merasa sedih
dan kecewa. Ia pun sadar tidak seharusnya ia bersikap sombong dan meremehkan
Semut Kecil. Meskipun memiliki tubuh yang kecil, namun Semut Kecil memiliki hati
yang besar, yaitu hati yang baik dan tulus. Gajah Besar pun memutuskan untuk
berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar